BUKTI KEOTENTIKAN AL-QUR’AN
AL-KARIM
Oleh : Ust. SUTI HARTANTO,S.Th.I
Guru Pembimbing SMP Negeri Berasrama Kaur
Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya
dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu diantaranya adalah ia merupakan
kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu
dipelihara. “Inna nahnu nazzalna
al-dzikra wa inna lahu lahafizhun” (sesungguhnya kami yang menurunkan
Al-Quran dan kamilah pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9).
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas
dasar kemaha kuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan
oleh mahluk-mahluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat diatas,
setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran
tidak berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw.,
dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat nabi saw.
Tetapi dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain ? dan, dapatkah
bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya akan
jaminan Allah diatas ? Tanpa ragu kita mengiyakan pertanyaan diatas.
Bukti-bukti
dari Al-Quran sendiri.
Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat rasyad Khalifah, mengemukakan bahwa
didalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan keotentikannya.
Huruf-huruf hija’iyah yang terdapat pada awal beberapa surat dalam Al-Quran
adalah jaminan keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima Rasullulah saw. Tidak
berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh
Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai dengan sejumlah huruf-huruf
B(i)sm
All(a)h Al-R(a)hm(a)n Al-R(a)him.
(Huruf a dan i dalam kurung tidak tertulis dalam aksara bahasa Arab). Kata Ism
terulang sebanyak 19 , Allah sebanyak 2698 sama dengan 142 X 19, sedangkan kata Al-Rahman
sebanyak 57 atau 3 X19 dan Al-Rahim sebanyak 114 atau sama dengan 6 X 19.
·
Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah
ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57 kali atau 3 X 19
·
Huruf-huruf (Kaf), (ha’), (ya’), (‘ayn), (shad)
dalam surat Maryam, ditemukan sebanyak 798 kali atau 42 X 19
·
Huruf (nun) yang memulai surat yang memulai
surat Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X 19
·
Kedua huruf (Ya’) dan (Sin) pada surat Yasin
masing-masing ditemukan sebanyak 285 atau 15 X 19.
·
Kedua huruf (Tha’) dan (ha’) pada surat Thaha masing-masing
berulang sebanyak 342 atau 18 X 19
·
Huruf-huruf (ha’) dan (mim) yang terdapat pada keseluruhan
surat yang dimulai dengan kedua huruf ini, ha’ mim, kesemuanya merupakan
perkalian dari 114 X 19, yakni masing-masing berjumlah 2166
Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Quran,
oleh Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti leotentikan Al-Quran. Karena,
seandainya ada ayat yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan
kalimatnya dengan kata atau kalimat lain, maka tentu perkalian-perkalian
tersebut akan menjadi kacau. Angka 19 merupakan perkalian dari jumlah-jumlah
yang disebut itu, diambil dari pernyataan Al-Quran sendiri, yakni yang termuat
dalam surat Al-Muddatssir ayat 30 yang turun dalam konteks ancaman terhadap
seorang yang meragukan kebenaran Al-Quran.
Bukti-bukti Kesejarahan
Al-Quran
Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun atau tepatnya, menurut sementara
Ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan
dan dua puluh dua hari. Ada beberapa faktor yang merupakan faktor-faktor
pendukung bagi pembuktian otentisitas Al-Quran, yaitu :
1.
Masyarakat Arab, yang hidup pada
masa turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis.
Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan,
orang Arab – bahkan sampai kini – dikenal sangat kuat.
2.
Masyarakat Arab – Khususnya pada
masa turunnya Al-Quran – dikenal sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja,
kesederhanan ini, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping
menambah ketajaman pikiran dan hafalan.
3.
Masyarakat Arab sangat gandrung lagi
membanggakan kesusastraan, mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam
bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
4.
Al-Quran mencapai tingkat tertinggi
dari segi keindahaan bahasanya dan sangat mengagumkan bukan saja bagi orang
mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menhyatakan bahwa tokoh-tokoh
kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan
ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslim disamping mengagumi
keindahan bahasa Al-Quran, juga mengagumi kandungannya, serta menyakini bahwa
ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
5.
Al-Quran, demikian pula Rasul saw.,
menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari
Al-Quran dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat.
6.
Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog
dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami,
bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Di samping itu, ayat-ayat Al-Quran
turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya dan
proses penghafalan.
7.
Dalam Al-Quran, demikian pula
hadist-hadist Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya
untuk selalu bersikat teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita –
lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan firman Allah atau sabda Rasul-Nya.
Faktor-faktor diatas menjadi penunjang terpeliharanya dan dihafalkannya
ayat-ayat Al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan
bahwa terdapat ratusan sahabat Rasulullah saw. Yang menghafalkan Al-Quran.
Bahkan dalam peprangan Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya
Rasul saw. Telah gugur tidak kurang tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.
Walaupun Nabi saw. Dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran, namun untuk
menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya menggandalkan
hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat
turun, Nabi saw, lalu memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis,
untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya, sambil
menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-ayat
tersebut mereka tulis dipelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang.
Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan rasul itu, baru dihimpun dalam
bentuk kitab pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a. atau usul Umar ibn
Al-Khaththab, yang menunjuk Zaid ibn Tsabit sebagai ketua tim penyusunan
Al-Quran. Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin untuk
membawa naskah tulisah ayat Al-Quran yang mereka miliki ke Masjid Nabawi.Naskah
yang diterima harus memenuhi dua syarat yaitu :
1.
Harus sesuai dengan hafalan para
sahabat.
2.
Tulisan tersebut benar-benar adalah
tulisan atas perintah dan ditulis dihadapan Nabi saw. Untuk membuktikan syarat
kedua harus adanya dua orang saksi mata.
Dengan demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa
Al-Quran yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda
sedikitpun dengan apa yang diterima dan dibaca Rasulullah saw lima belas abad
yang lalu.